Pasca Sarjana USM Gelar Kuliah Umum, Prof Mahfud MD : Hukum dapat Berubah
SEMARANG – Magister Hukum (MH) Pasca Sarjana Universitas Semarang (USM) menggelar Kuliah Umum “The 1945 Constitution of The Republic Indonesia” pada Sabtu, 3 September 2022 secara offline di Ruang Teleconference, Lantai 8 Gedung Menara Prof H Muladi SH USM serta secara online melalui via zoom meeting dan siaran langsung Humas TV.
Kegiatan yang dibuka oleh Rektor USM Dr Supari ST MT dan dihadiri Ketua Yayasan Alumni Undip Prof Dr Ir Kesi Widjajanti SE MM, Anggota Dewan Pembina Yayasan Alumni Undip Ir Soeharsojo IPU, dan para mahasiswa Magister Hukum USM.
Konstitusi tidak lepas dari politik, Negara Indonesia adalah negara yang penuh dengan keberagaman maka perlu disatukan dengan ideologi negara. Dan konstitusi merupakan refleksi dari ideologi serta ekonomi di masyarakat.
Hal tersebut diungkapkan Menkopolhukam RI Prof Dr Mahfud MD SH SU MIP dalam Kuliah Umum. Kegiatan dipandu oleh Kaprodi Magister Hukum USM Dr Drs Kukuh Sudarmanto SSos SH MH MM sebagai moderator.
“Hukum dapat berubah sesuai dengan perubahan waktu, tempat dan budaya,” tandas Mahfud MD.
“Politik hukum adalah hukum untuk melaksanakan tata negara. Politik hukum juga merupakan kebijakan hukum resmi yang harus dibuat untuk melaksanakan ideologi negara,” ujar Mahfud.
Politik hukum dan politisasi hukum merupakan hal yang berbeda. Politisasi hukum adalah ketika hukum dibawa dan dijadikan isu politik.
Menurut Mahfud MD, bisa juga kebalikannya. Ada orang yang tidak bersalah, kemudian terjadi sebuah peristiwa, yang benar itu disalahkan dengan cara politik.
“Tujuan hukum sendiri yang pertama untuk melaksanakan ideologi negara yaitu pancasila, dan yang kedua demi mencapai tujuan negara. Tujuan negara tersebut terdiri dari, mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun kesejahteraan umum, serta melaksanakan ketertiban umum,” tuturnya.
Menurutnya, ideologi bangsa perlu dipertahankan dan pelajari, karena bagi Indonesia ideologi bukan soal ekonomi. Namun Pancasila menjadi pemersatu bagi bangsa Indonesia.
“Nah untuk mencapai ini dibuat hukum-hukumnya, ini namanya politik hukum untuk mengarah ke sini. Kebijakan hukum. Itulah legal policy, hukum yang harus dibuat untuk mencapai tujuan negara,” kata Mahfud MD.
Mahfud juga menyodorkan contoh dalam hal politik hukum. Politik hukum tak ubahnya perencanaan di dunia akademik. Seorang rektor akan berpikir bahwa, misalnya, di masa depan itu perlu banyak ilmu di bidang teknologi.
Dari sana muncul kebijakan bahwa di tahun tertentu harus ada berapa program studi bidang teknologi di kampus itu. Tahun berikutnya bertambah mencapai jumlah tertentu. “Itu namanya politik pendidikan,” kata Mahfud MD.
Dalam politik hukum, bisa muncul perencanaan. Misalnya, kata Mahfud MD, tahun depan akan membuat apa dalam hal hukum.
”Dari waktu ke waktu, apa yang akan dibuat, itulah politik hukum, legal policy. Politik hukum itu adalah kebijakan tentang hukum yang akan dibuat ke depan. Untuk apa? Untuk mencapai tujuan negara,” kata dia.
Dari situ, kata Menkopolhukam, maka muncul dalil bahwa kalau politik berubah maka hukumnya pasti berubah.
Mahfud MD menyodorkan momentum reformasi sebagai salah satu contoh dalil tersebut.
”Begitu pemerintah Orde Baru jatuh, kita reformasi, seluruh hukum Orde Baru kita ubah. Hukum Pemilu kita ubah, dulu Pemilu-nya tidak independen lembaganya, ubah. UU Kepartaian ubah, dulu hanya tiga, sekarang partai boleh banyak asal memenuhi standar tertertu. Dwifungsi ABRI cabut, ABRI atau TNI harus profesional, polisi pisah jadikan sipil. Begitu politik berubah, hukum berubah,” jelasnya.
Dalam akhir materinya, Mahfud MD menyampaikan kaidah penuntun politik hukum nasional berdasarkan Pancasila.
Yang pertama, hukum nasional harus menjaga integrasi (keutuhan kesatuan) ideologi dan teritori. Selanjutnya, hukum harus dibangun secara demokratis dan nomokratis.
“Selain itu, hukum juga harus mampu menciptakan keadilan sosial yang berarti mampu mempersempit jurang yang kuat dengan yang lemah serta memberi proteksi khusus terhadap golongan lemah dalam berhadapan dengan golongan yang kuat,” jelasnya.
Dan yang terakhir, hukum nasional harus menjamin toleransi beragama yang berkeadaban antar pemeluknya.